hikmah haji dan umroh |
Hikmah Haji dan Umroh terdapat dalam kegiatan Tawaf, Sai, Wukuf, Mabit, melempat Jamarat, dan Tahalul. dari sumbernya kami akan berikan informasinya mengenai hikmah Umroh dan Haji dalam aktifitasnya, dan berikut informasinya :
Ibadah Thawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah tujuh kali melmbangkan sebuah proses perjuangan untuk mencapai suatu tujuan. Kemanapun kita pergi tetap terikat dengan sumbu tauhidullah yang didalamnya bangunan Ka’bah. Untuk mencapai suatu cita-cita, hendaknya tetap semangat dengan tauhidullah, semakin dekat jarak yang ditempuh tapi semakin berat. Dan sebaliknya, semakin jauh jarak kita dari Baitullah, semakin luas jarak yang ditempuh. Thawaf juga melambangkan sebuah usaha untuk mencapai seatu tujuan. Ada yang cepat sampai, tapi sekian orang tersakiti. Dan ada yang santai tapi tak pernah sampai, atau lambat sampai tujuan. Mereka yang sukses adalah yang sampai di tujuan secara wajar, dan tidak menyakiti orang lain. Thawaf juga mengandung ajaran tentang usaha mencari dan memanfaatkan peluang dengan cerdas, lancer namun santun. Selama thawaf boleh membaca doa apa saja, tapi diawali dengan atas nama Allah Yang Akbar. Setel;ah berbagai doa di ucapkan, maka pada arah terakhir setelah trukun yamani, doa itu bermuara kepada pemohonan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan terhindar dari apai neraka.
Ketika thawaf kita mengelilingi Ka’bah, Baitullah. Juga dengan proses tersebut kita akan melewati Hajar Asad, Multazam, pintu Ka’bah, rukun Yamani, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, dan sumur zam zam (sekarang sudah ditutup). Tempat-tempal itu memberikan hikmah tersendiri apabila kita mampu mendalami maknanya. Hikmah ditempat-tempat tersebut akan kita temukan jika kita menjalankannya dengan benar.
Sa’i yaitu melakukan perjalanan dimulai dari bukit shafa ke Bukit Marwa juga melambangkan seatu perjuangan untuk memperoleh sesuatu. Lari menggerak keatas gunung Shafa dan Marwa. Dan kemudian menatap Baitullah lalu turun kembali, dan pada kedua-duanya tidak didapatkan sesuatu. Ketika kita berhadapan dengan situasi semacam itu maka yang terbaik adalah pasrah total kepada Allah swt. Sa’i adalah semacam napak tilas apa yang telah dialami oleh Siti Hajar, istri Nabiyullah Ibrahim a.s ketika dia dan bayinya Nabi Ismail a.s dalam kehausan, sementara mereka berada di daerah tandus tak berumput berpepohonan, tak setetes air pula yang mereka dapatkan. Di atas yang sama Nabi Ibrahim a.s tak berada disamping mereka. Kasih saying seorang Ibu mendorong Siti Hajar untuk berjuang dan mondar-mandir sampai 7 kali antara Shafa dan Marwa, dengan penuh tawakal dan pasrah, seraya membesarkan dan mentauhidkan Allah swt.. dan dengan doa suami yang berada ditempat yang sangat jauh di tempat pengasingannya. Perjuangan, pengorbanan, kepasrahan, taqarrub dan tawakkal serta doa mereka dikabulkan Allah swt.. sehingga memancarkan air zam zam yang hingga kini tidak pernah kering itu.
Pada saat seorang jamaah minum air zam zam selepas thawaf, dia tersadar akan karunia Allah yang besar bagi hamba-Nya yang mengalami kesulitan, seraya berdoa (seperti doaNabi Sulaiman a.s) dan mensyukurinya. Bahkan Rasulullah saw. memberikan contoh setelah meminum air zam zam yang melambangkan hikmah zam zam.
Prosesi Sa’i juga pada saatnya akan mengingatkan seorang jamaah haji untuk bersyukur kepada Allah swt., berterima kasih kepada kedua orang tuanya, lebih-lebih kepada ibunya yang telah membesarkan dan mendidiknya demi membahagiakan anaknya.
Tahallul artinya menghalalkan apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Ketika kita ihram, ada beberapa hal yang diharamkan. Maka dengan tahallul hal tersebut menjadi halal. Tahallul ditandai dengan menggunting rambut. Bagi pria bisa potong tiga helai, bisa potong pendek dan bisa pula gundul. Sedangkan untuk wanita, rambut dipotong secukupnya. Tahallul dengan mencukur rambut dapat diartikan membuang daki atau kotoran dosa. Rambut, kadang menjadi sumber penyakit atau tempat mangkalnya kotoran. Dengan dihilangkannya tempat tersebut maka badan, terutama kepala dan otak akan sehat dan segar. Oleh karena itu, tahallul kedua lebih disukai gundul daripada motong pendek. Rasulullah saw., mendoakan mereka yang dicukur habis, tiga kali. Sedangkan yang dipendekan Cuma didoakan sekali.
hikmah haji dan umroh |
Kesempaatan wukuf yang Cuma beberapa saat saja (sejak waktu dzuhur tanggal 9 Dzulhijjah hingga Maghrib tanggal 9 Dzulhijjah) hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jamaah haji yang sangat beragam kultur dan etnis serta bahasa yang dipergunakannya berkumpul disatu tempat yaitu di Arafah untuk melaksanakan salah satu rukun haji yang menentukan sah atu tidaknya ibadah haji tersebut seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw.,
“haji adalah wukuf di Arafah”
Semua jamaah haji berbusana sama, mereka berihram. Sebuah simbolik ketika semua manusia di Padang Mahsyar. Semua mereka melepaskan identitas-identitas kebangsaan, kedudukan, setatus social dan kebanggaan dunia. Mereka memperlihatkan dan menunjukan sikap rendah diri terhadap Allah swt., kepada semua hamba-Nya. Dirasakan bahwa di antara semua jamaah hanyalah hamba-hamba dan sahaya-sahaya Allah yang berkewajiban mengabdi dan menyembah hanya kepada-Nya. Kehormatan, kedududkan, pangkat dan status social serta kebanggaan duniawi lainnya tidak lagi menjadi perhatian. Muwahhadah (kesatuan) unmat disadari dan dihayati, persaudaraan seiman dijiwai, kesetaraan dalam hidup dan kehidupan menjadi salah satu aktivitas yang dilakukannya, silaturahim menjadi pendorong semangat gotong-royaongnya.
Ada perasaan bebas dari segala beban dan dosa kepada Allah swt., ketika wukuf usai dilaksanakan. Datang semangat melakukan amal kebajikan lebih dahsyat. Dan terasa rahmat Allah menentramkan jiwa. Beribadah dengan penuh ikhlas, khusyu’ dan khidmat meliputi suasana batin ketika singgah sejenak (wukuf) di Arafah. Dan saat itu Allah membebaskan seseorang hamba-Nya dari neraka.
Usai wukuf di Arafah, jamaah haji menuju Muzdalifah dan bermalam beberapa saat. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Mina, tempat Nabi Ibrahim a.s melaksanakan perintah Allah swt., untuk menyembelih putra tercintanya Nabi Ismail a.s. ketika berada di Muzdalifah salah satu kegiatan di sana adalah mengumpulkan batu untuk dilemparkan di Mina esok harinya. Hikmah mabit di Muzdalifah adalah mempersiapkan dan membekali diri dengan senjata untuk berperang melawan setan. Meskipun batu juga boleh dikumpulkan di Mina, namun pengambian batu di Muzdalifah menunjukan bahwa dalam berperang kita mempersiapkan diri betul-etul tanpa terburu-buru. Batu adalah ibarat senjata dan melempar jumrah dengan batu tersebut merupakan bentuk peperangan melawan setan sebagaimana Nabi Ibrahim melakukannya zaman dahulu.
Sedangkan mabit di Mina merupakan ibadah yang penuh makna karena di tempat tersebut kita menyembelih kurban, melempar jumrah dan tinggal disana selama 3 hari. Mabit di Mina termasuk napak tilas Nabi Ibrahim a.s dan Rasulullah saw., seperti yang disampaikan oleh Aisyah,
“Rasulullah saw., melakukan thawaf ifadhah (di Mekah), kemudian kembali ke Mina dan tinggal di sana selama tiga hari Tasyrik” (HR Bukhari dan Muslim).
Mina sendiri merupakan tempat bersejarah dan penuh mukjizat. Nabi Ibrahim a.s diperintahkan menyembelih putranya (Nabi Ismail a.s) di Mina, digoda setan dan menghalaunya dengan melempar batu. Mukjizat yang diperlihatkan daerah Mina adalah, tempat tersebut pada hari-hari biasa tampak sempit. Namun ketika hari Tasyriq yang dipenuhi oleh jamaah haji menjadi meluas sehingga semua jamaah tertampung. Rasulullah saw., sendiri yang menyebutkan keajaiban tersebut dengan sabdanya,
“sesungguhnya Mina itu seperti rahim. Ketika terjadi kehamilan daerah ini diluaskan oleh Allah” (Al-Hadits)
Dalam perjalanan menuju Mina, Nabi Ibrahim a.s (juga Nabi Ismail a.s) dibujuk dan dirayu serta digoda setan agar Nabi Ibrahim a.s mengurungkan niatnya. Dan disetiap tempat Iblis menggoda, Nabi Ibrahim a.s dan Ismail a.s melontarkan batu tertuju kepada Iblis sebagai bentuk perjuangan dan perlawannanya pada setiap bujuk rayu Iblis. Begitulah Iblis akan selalu tidak pernah diam dan terus berusaha mencari cara dalam menggoda setiap manusia untuk mentaati perintah Allah swt.. Sekecil apapun kadar kebaikan dan ibadah yang dilakukan manusia, godaan Iblis selalu saja datang.
Proses jamarat, mengingatkan setiap jamaah haji dan kaum Mu’minin bahwa Iblis selalu berusaha menghalangi orang-orang beriman untuk melakukan kebajikan. Karenanya dalam setiap melakukan aktivitas yang baik, hendaknya selalu memohon pertolongan dari Allah swt., agar termasuk yang disegani setan, menjadi orang yang mukhlis dalam beribadah kepada Allah swt. Demikian pentingnya peringatan seperti itu, sehingga untuk melontar jumrah dilakukan tidak hanya sekali saja, sampai empat hari, yang dimulai sejak hari ke 10 Dzukhijjah dan hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah). Setan hinggap dan menyerap dalam diri manusia bagaikan jalannya darah.
Jumrah juga melambangkan perjuangan dahsyat untuk mencapai suatu tujuan memperoleh kasih saying Allah swt., dan terkutuknya setan. Seseorang yang melakukan jamarat dididik untuk pandai mencari peluang dan memanfaatkannya. Mereka yang cerdik dan berani akan seampai di tujuan tanpa harus memakai jasa orang lain. Seseorang yang pengecut dan penakut tidak memiliki nyali serta keberanian untuk menghadapi dan menyadari tantangan dan kesemrawutan, oleh karenanya mereka tidak akan menemukan kenikmatan sebagai buah perjuangannya. Orang-orang yang ikhlas dalam menjalani hidup dan menaati setiap peraturan dan perintah Allah swt., akan selamat dari godaan Iblis, meski yang dihadapinya sangat berat. Keberhasilan Nabi Ibrahim a.s menangkis bujuk rayu Iblis, diikuti dengan segera melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail a.s. disaat penyembelihan segera dimulai, terdengar seruan untuk menghentikan kurban agung itu. Sebab perintah untuk menyembelih putra itu hanyalah sebagai ujian belaka. Dan digantikan Nabi Ismail a.s dengan sembelihan yang lain yakni binatang. Dan binatang itulah yang selanjutnya dikurbankan.
Melaksanakan penyembelihan qurban pada hari raya Qurban adalah mengikuti millah (sunah) Nabi Ibrahim a.s yang dilestarikan dalam syariat Nabi Muhammad saw., yang berlaku hingga hari kiamat. Menyembelih binatang qurban termasuk syi’ar Allah swt., yang memberikan manfaat bagi manusia. Yang dalam pelaksanaan penyembelihannya hendaknya disertai dengan mentebut Asma Allah. Dan setelah binatang qurban disembelih hendaknya dibagi-bagikan untuk dikonsumsi fakir miskinsedang orang yang berqurban boleh ikut mengkonsumsinya juga. Qurban hanya akan diterima oleh Allah swt., apabila dilakukan atas dasar takwa, sebab yang akan sampai kepada Allas swt., bukan daging dan darahnya, melainkan nilai kepatuhan dan ketakwaan yang mendasari ibadah qurban. Karena ketakwaan inilah yang akan menjadi penilaian Allah swt.
Akan sangat rugi apabila seseorang muslim menunaikan ibadah haji atau umrah tapi tidak mampu memetik hikmah di dalamnya. Apalagi hikmah itu miliknya, milik kaum muslimin. Seperti sabda Rasul saw.,
“Hikmah adalah harta milik kaum muslimin. Di mana pun kamu temui, boleh kamu memungutnya..” (al-Hadits)
Diperhatikan dan dihitung-hitung hikmah yang terdapat di dalam ibadah haji dan umrah tidak terkira banyaknya. Apalagi setiap orang punya pengalaman sendiri. Banyaknya pengalaman maupun hikmah positif yang dialami seseorang ada baiknya diceritakan kepada orang lain sebagai tahadduts binni’mat (menceritakan nikmat yang diberikan Allah sebagai rasa syukur). Siapa tahu ada seseorang yang belum tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan Allah akan segera mendaftar saat itu juga. Kita pun menjadi perantara bagi turunnya hidayah kepada orang tersebut. Dan apabila kita mendapatkan pengalaman yang kurrang baik di Tanah Suci, sebaiknya disimpan untuk diri sendiri, untuk introspeksi diri. Kalaupun diceritakan, hanya untuk memberitahukan kewaspadaan bagi orang lain agar tidak tertimpa kemalangan seperti yang dialaminya, tanpa terkesan menakut-nakuti orang lain.
sumber : Antar Aku ke Tanah Suci karya miftah faridl
0 komentar:
Post a Comment